Revitalisasi SMK Berpotensi Turunkan Tingkat Pengangguran di Indonesia
TARIUnews.com, Jakarta — Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agutus 2018 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia mengalami tren penurunan. Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, pada Forum Merdeka Barat 9 (FMB9).
“Mengenai tingkat pengangguran terbuka untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMK), berdasarkan data Sakernas, pada 2016 sebesar 9,84%, tahun 2017 sebesar 9,27% , dan 2018 sebesar 9,82%. Jadi sebenarnya trennya menurun walaupun masih tertinggi. Namun data ini tidak bisa dimaknai sederhana. Jenjang pendidikan SD memang memiliki daya serap yang tinggi yakni hanya 2,67% tingkat penganggurannya pada 2018, tapi ini adalah tenaga kerja yang tidak produktif dan ini ancaman saat kita memasuki masa bonus demografi. Kita tidak hanya menyiapkan orang untuk bekerja tetapi juga lapangan pekerjaan yang memberikan share terhadap pendapatan nasional. Kalau tidak bisa memberikan share terhadap pendapatan nasional maka kita tidak mampu berkompetisi. Jadi sebetulnya justru harus memperkecil tenaga kerja lulusan SD dan SMP ini”, ujar Mendikbud Muhadjir saat memberikan penjelasan dalam FMB9, di Kantor Bappenas, Jakarta, Kamis (8/11).
Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan Mendikbud, mengamanatkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah untuk menyiapkan peserta didik pada bidang tertentu. Angka partisipasi tenaga kerja SMK dari waktu ke waktu mengalami tren kenaikan. Tahun 2015 hanya 10.837.000 orang, kemudian meningkat menjadi 13.682.000 orang pada 2018.
Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Hanif Dhakiri, menyampaikan bahwa pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pendidikan vokasi, antara lain, dengan memperkuat akses dan mutu untuk vocational training, salah satunya dengan kebijakan triple skill._Disebut _triple skill karena sasarannya berbeda-beda, yaitu: (1) untuk orang yang tidak punya skill dimasukkan ke dalam program skilling sehingga mereka punya skill; (2) orang yang sudah punya skill dimasukkan ke program upskilling sehingga skill-nya bisa meningkat agar dia punya karir; (3)mereka yang sudah punya skill dimasukkan ke program reskilling agar skill-nya berubah.
“Ini penting karena perkembangan teknologi informasi sekarang ini membuat banyak perubahan terjadi termasuk di bidang industri dan hidup kita. Ketika industri berubah maka pekerjaan juga berubah. Di sinilah perlunya pemetaan pasar kerja yang hilang dan pasar kerja yang baru. Ketika pekerjaannya berubah maka tuntutan skill-nya juga berubah. Hari ini kalau Anda punya skill, Anda tidak bisa merasa bangga begitu saja karena skill Anda bisa begitu cepat tidak relevan. Kalau hari ini Anda punya pekerjaan, Anda tidak bisa merasa Anda sudah cukup aman dengan pekerjaan itu, karena pekerjaan itu ke depan bisa segera berubah. Di tengah dunia yang serba berubah ini, yang akan bertahan hidup bukan mereka yang paling kuat atau paling pintar melainkan yang paling responsif terhadap perubahan.” jelas Hanif.
Sementara itu, Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, menjelaskan pentingnya sinergisitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas lulusan SMK.
“Intinya bahwa pemerintah daerah perlu memperhatikan angka pengangguran terbuka di daerahnya masing-masing karena apa yang dilakukan daerah terutama dari segi pendidikan tingkat umum dan vokasi adalah tanggung jawab pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Mendikbud memang bisa melakukan supervisi, berusaha memperbaiki, tapi kewenangan sehari-hari ada di level pemerintahan provinsi”. terangnya.
“Jadi sekarang tugas Kemendikbud adalah memperkecil tenaga kerja lulusan SD dan SMP itu. Bila seperti ini, maka dalam rangka menyongsong era bonus demografi, kita akan melahirkan tenaga kerja murah yang tidak produktif. Bagaimana kita bisa melipatgandakan pendapatan nasional kita. Padahal untuk menuju ke negara maju agar tidak terjebak dalam _middle income track_maka tenaga kerja yang tersedia bukan hanya mendapatkan pekerjaan melainkan juga betul-betul cocok dengan pekerjaan itu dan punya nilai tambah pendapatan yang cukup bagus untuk investasi nasional kita. Inilah PR kita yang cukup berat. Tetapi saya kira ini adalah pilihan strategi yang bagus”, pungkas Mendikbud.
Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) merupakan forum resmi pemerintah yang membahas isu-isu terkini. FMB9 kali ini menghadirkan tiga menteri, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy; Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri, dan; Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro.
Program Revitalisasi SMK
“Harus diingat bahwa program revitalisasi SMK diatur dengan Inpres Nomor 9 Tahun 2016, itu pun akhir tahun. Jadi ketika saya baru menjabat selama 3 bulan. Kemudian diinstruksikan oleh Presiden untuk segera mengerjakannya. Jadi baru di awal 2017 revitalisasi SMK terjadi. Jadi sebetulnya lulusan SMK yang baru saja lulus adalah lulusan yang belum mendapatkan sentuhan revitalisasi. Saya yakin untuk 3 atau 4 tahun ke depan, lulusan SMK adalah lulusan yang disebutkan Pak Hanif tadi yaitu yang berada di posisi yang tepat dan terus siap untuk melakukan peningkatan dari waktu ke waktu” tutur Muhadjir saat menjelaskan tentang program Revitalisasi SMK.
Mendikbud menjelaskan ada beberapa strategi untuk menurunkan tingkat pengangguran. Sesuai dengan Inpres Nomor 9 Tahun 2016, Kemendikbud sudah menyusun peta jalan pengembangan SMK; kerjasama dengan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI); pengembangan dan penyelarasan kurikulum; inovasi pemenuhan dan peningkatan profesional guru dan tenaga kependidikan; membentuk kelompok kerja pengembangan SMK, dan; meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK.
“Dari enam poin di atas, poin yang perlu saya tekankan adalah pertama yaitu kondisi SMK. SMK saat ini jumlahnya 14.000. Yang negeri hanya 3.500, sisanya 11.500 adalah swasta. Tapi jumlah siswa lebih banyak siswa SMK negeri dibanding swasta. Artinya banyak SMK yang jumlah siswanya tidak sampai 50 orang sehingga tidak bisa mengembangkan dirinya menjadi SMK unggulan. Ini adalah masalah kita karena dulu ada kebijakan pemerintah untuk segera membuat rasio SMK dibanding SMA menjadi 60:40 sehingga mengobral izin pendirian SMK. Oleh karena itu, dengan revitalisasi ini memang kita berusaha agar SMK yang kecil itu kita gabung. Kedua yaitu kondisi guru. Di SMK ada 3 tipe guru, yaitu guru adaptif, guru normatif dan guru produktif. Guru adaptif adalah guru yang memegang mata pelajaran murni contohnya guru matematika, kimia, fisika, biologi, bahasa inggris. Guru normatif misalnya guru agama, guru Pancasila. Sedangkan guru produktif adalah guru yang mengajar sesuai dengan keahliannya. Ketika saya awal menjadi Menteri, jumlah guru produktif di SMK hanya sebesar 37%, sisanya guru normatif dan adaptif. Bahkan ada SMK yang memiliki guru agama lebih banyak dibanding guru bidang keahlian. Oleh karena itu, kita membuat program keahlian ganda dimana guru-guru adaptif yang mempunyai bidang keahlian murni kita sekolahkan lagi tapi tidak ke perguruan tinggi melainkan ke perusahaan-perusahaan untuk upskill. Menurut kajian kita hasilnya bagus sekali, contohnya guru fisika yang belajar di industri otomotif hasilnya lebih bagus daripada guru yang latar belakangnya dari otomotif karena dia punya dasar-dasar dan sudah senior. Oleh karena itu, sekarang kita genjot pelatihan semacam ini”, tambah Mendikbud.
Sejalan dengan Menaker, Mendikbud mengakui bahwa pada jenjang SMK yang diperlukan bukan ijazah melainkan sertifikat keahlian. Sekarang ini ada 142 jenis keahlian yang sudah tersertifikasi.
“Jadi anak SMK, misalnya jurusan bangunan. Kemudian dia sudah mahir membuat pintu. Dia tidak tamat pun tidak apa-apa karena sertifikatnya yang lebih laku. Termasuk SMK yang sedang kita tingkatkan yaitu SMK Karawitan. Ini belum ada sertifikatnya karena belum ada standarnya. Saya bilang buat sendiri saja standarnya karena hanya kita sendiri yang ada SMK Karawitan. Di youtube ada jurusan Karawitan yang gaji per bulannya 40 juta dan itu ngantri yang minta karena sekarang hotel-hotel juga butuh. Inilah yang disebut dengan industri kreatif,” tambahnya.
Strategi SMK ini diubah dari supply based menjadi demand based. Selama ini SMK memproduksi apa saja tanpa melihat apakah akan laku atau tidak. Dulu kurikulum disusun menurut persepsi sendiri, seakan hal itu dibutuhkan di dunia kerja. Sekarang SMK memproduksi sesuai dengan permintaan yaitu dengan cara menyusun kurikulum bekerja sama dengan DUDI. Bahkan DUDI diberikan porsi yang besar untuk menentukan kurikulum yakni sebesar 70%.
Selain itu, Kemendikbud sudah mulai menjajaki kerja sama dengan beberapa lembaga internasional.
“Di luar negeri masih dibutuhkan untuk menjadi asisten perawat. Beberapa SMK sudah bekerja sama dengan Swiss sehingga nanti kalau siswa lulus, ke Swiss pun akan diakui dan negara Eropa pun mengakui bahwa Swiss memiliki standar yang baik. Jumlah siswa SMK sekarang 5,1 juta. Kalau dijumlah dengan SMA sudah berjumlah 10 juta siswa. SMA pun tidak saya abaikan. Sekarang ada yang namanya double track. Jadi mereka juga kita beri keterampilan. Bahkan untuk SMK yang laboratoriumnya bagus, dipakai bergantian dengan SMA setempat. Dan ini akan terus kita naikkan,” ujar Mendikbud
Hal yang harus segera diantisipasi adalah pembangunan infraktruktur agar bisa selaras dengan pembangunan SMK. Mendikbud mengatakan bahwa dirinya berharap adanya kepedulian dari pemerintah daerah terhadap pembangunan SMK. Kalau ada kawasan industri khusus maka harus segera ada SMK yang jenisnya sesuai dengan kawasan tersebut. Contohnya di daerah 10 destinasi wisata, maka harus ada SMK Pariwisata di sana.
“Seperti yang sudah kita lakukan dengan Gubernur Sulawesi Utara adalah mendirikan SMK yang kurikulumnya ada bahasa mandarin, karena turis terbanyak berasal dari Tiongkok. Sekali lagi, ini memang tidak mudah. Kita butuh guru-guru yang kreatif, sensitif terhadap perubahan. Tapi saya yakin dan optimis bahwa SMK sudah berada dalam track yang benar. Kita tinggal bekerja lebih keras lagi”, jelasnya. (*)Set featured image