Tuntut Komitmen Pelaksanaan UMK, Buruh Ancam Demo
TARIUnews.com, Landak – Federasi Serikat Buruh (FSB) KSBSI Kabupaten Landak enggan menandatangani berita acara penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Landak. Padahal Dewan Pengupahan Landak sudah menetapkan UMK Landak tahun 2019 sebesar Rp. 2.349.870. Para buruh beralasan, Pemkab Landak melalui instansi terkait dan perusahaan perkebunan di Landak hingga saat ini belum memberikan kepastian pelaksanaan UMP itu oleh perusahaan.
Menurut Ketua FSB KSBSI Kamiparho Landak, Yasiduhu Zalukhu mengatakan, pada dasarnya pihak buruh tidak berkeberatan dengan penetapan UMK Landak tahun 2019 itu.
“Hanya saja kita tetap tidak mau tandatangan. Sebab, kami melihat Pemkab Landak melalui instansi terkait dan perusahaan perkebunan di Landak hingga saat ini belum memberikan suatu kepastian dan jaminan terhadap pelaksanaan UMK itu. Makanya kami mengambil sikap tidak mau tandatangan. Sebab, dalam penerapan apapun, tentu perlu suatu kepastian,” ujar Yasiduhu di Ngabang, Senin (19/11).
Ia menegaskan, penetapan UMK itu tidak perlu ditandatangani oleh buruh apabila tidak ada suatu kepastian yang jelas terhadap penerapan UMK Landak yang sudah disetujui.
“Sebab, tuntutan kami bukan masalah persentase kenaikan UMK. Tapi kepastian pelaksanaan UMK,” kata pria yang biasa disapa Yusuf ini.
Terkait dengan Upah Minimum Sektoral (UMS) Landak tahun 2019 ia mengatakan, UMS itu sudah berjalan sejak 2015 sampai sekarang. UMS merupakan produk unggulan dibidang perkebunan kelapa sawit.
“Jika UMS itu dihilangkan, tentu akan berimbas dibidang perkebunan kelapa sawit. Makanya, UMS itu kami genjot terus untuk menambah penghasilan daripada kaum buruh itu sendiri. Kalau ini dihilangkan, secara otomatis penghasilan para buruh akan terganggu. Apalagi selama ini buruh sudah merasakan penghasilan UMS itu,” ungkapnya.
Selain itu katanya lagi, selama ini perusahaan perkebunan di Landak tidak menerapkan skala pengupahan dalam mengupah para buruh. Padahal, hal itu sudah sesuai perintah Undang-undang yang mewajibkan perusahaan untuk memakai skala pengupahan bagi karyawan diatas satu tahun.
“Ini semua tentunya akan mempengaruhi penghasilan buruh itu sendiri. Sementara biaya hidup saat ini semakin tinggi. Kalau buruh hanya mengandalkan UMK saja, secara otomatis penghasilan buruh pasti mengalami gangguan. Makanya kita tetap ngotot untuk pelaksanaan UMS ini,” kata Yusuf.
Ia mengancam, apabila UMS itu tidak dilaksanakan, para buruh akan melakukan aksi turun ke jalan.
“Apalagi para kawan-kawan buruh sudah mengambil sikap akan melakukan aksi turun ke jalan apabila UMS ini tidak dilaksanakan,” tegasnya.
Yusuf juga menuding, semakin tahun berjalan, perusahaan tidak merindukan kaum pekerja sejahtera.
“Kami mengindikasikan, perusahaan di Landak tidak kepingin karyawan itu sejahtera. Sebab, salah satu penunjang kesejahteraan itu ada di sektoral sebesar lima persen diatas UMK,” jelasnya.
Sementera itu ditemui terpisah, sejumlah buruh yang berada dibawah naungan FSB KSBSI Kamiparho Landak mengaku akan melaksanakan aksi turun ke jalan jika Pemkab Landak dan perusahaan tidak bisa menjamin pelaksanaan UMK oleh perusahaan.
“Memang banyak perusahaan di Landak ini yang membayar upah karyawan dibawah UMK. Kalau kami diperusahaan PT. Charindo Palma Oetama (CPO), perusahaan memang sudah menyalahi aturan,” ujar Ketua Pimpinan Komisariat (PK) FSB KSBSI Kamiparho PT. CPO, Hermanto.
Ia mengambil contoh seperti tenaga Buruh Harian Lepas (BHL) PT. CPO hanya tujuh hari kerja. Sedangkan yang lainnya tidak dipermasalahkan.
“Yang kami pertanyakan, mengapa pihak perusahaan tidak melakukan keputusan UMK yang sudah dilakukan pemerintah,” tanyanya.
Selain itu katanya lagi, untuk UMS pihaknya tetap meminta lima persen.
“Hal itu harus dilakukan. Itupun merupakan harga mati. Kalau tidak, apapun yang terjadi, kami akan aksi di lapangan,” ancamnya.
Senada dengan Hermanto, Ketua PK PT. Kapuas Rimba Sejahtera (KRS), Lukman membenarkan apa yang disampaikan oleh Hermanto.
“Fakta dilapangan khususnya BHL, memang hanya bekerja selama delapan hari sampai sepuluh hari kerja dalam sebulan. Jadi, kalau HK tidak dinaikan dengan HK sekarang ini, mau makan apa mereka,” katanya.
Ia tidak berkeberatan jika HK dinaikan, tapi HK para buruh tetap menjadi 21 hari sampai 25 HK.
“Itu permintaan kami. Kalau HK itu masih delapan sampai sepuluh hari, kami minta kenaikan UMS tetap lima persen seperti UMS tahun sebelumnya. Kalau tidak, maka kami akan melakukan aksi,” tegasnya. (landakonline)